-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bawa 2 Kg Heroin, 1 Kg Sabu, Warga Samalanga Tertangkap Di Bandara Sultan Iskandar Muda

Kamis, 21 Juni 2012 | Juni 21, 2012 WIB Last Updated 2012-06-21T11:57:13Z


Banda Aceh -Cita –cita S [32] tahun warga asal Samalanga Kabupaten Bireuen untuk menjadi milyader pupus sudah, setelah  2 kilogram heroin dan 1 kilogram sabu-sabu seharga Rp.9,9 Milyar yang dimasukan dalam koper tertangkap Petugas Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Bandara Sultan Iskandar Muda, Minggu 17 Juni 2012 lalu.

Berdasarkan keterangan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Aceh, Harry Mulya, S [32] asal Samalanga Bireuen membawa heroin dan sabu-sabu dari Malaysia dengan menggunakan pesawat Air Asia sekitar pukul 12:00 Wib pesawat tersebut mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh.
S yang menyembunyikan barang tersebut di dinding bagian bawah dan samping (kiri dan kanan) koper miliknya, sempat lolos alat pemindai (X-Ray), namun petugas Bea Cukai curiga, lalu sebuah pisau ditancapkan di bagian tas itu, keluarlah serbuk putih atau si putih yang berharga milyaran itu.
Dua jenis barang  mahal tersebut diperkirakan akan di edarkan di Aceh, Sumatera dan Jakarta
“Ini merupakan penangkapan terbesar hingga pertengahan 2012,” kata Harry dalam konferensi pers, Senin 18 Juni 2012 kepada wartawan.
Selain menyita Heroin dan Sabu-sabu, bea cukai juga menyita dua unit telepon genggam, buku rekening, dan sejumlah uang. Dan pelaku diserahklan ke Polda Aceh.
Atas kesalahannya pelaku terancam hukuman pidana penjara 20 tahun atau bahkan pidana mati dan denda maksimum Rp 10 miliar.
48 Ribu Warga Aceh Pecandu Narkoba
Kasus penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang di Provinsi Aceh kian memasuki tahap yang mencemaskan. 
Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis bahwa dalam perkembangan satu tahun terakhir tercatat 48.300 orang di Aceh termasuk dalam kelompok pemakai narkoba. BNN juga menempatkan Aceh di urutan keempat dari 33 provinsi dalam hal peredaran narkoba secara nasional.

“Bila dilihat dari jumlah pemakai dan peredarannya, ini situasi yang sudah membahayakan,” kata Kepala Bidang Pencegahan BNNP Aceh, Ir Basri Ali kepada Serambi di ruang kerjanya, Jumat 15 Juni 2012

Menurutnya, kasus peredaran narkoba di Aceh dari waktu ke waktu cenderung dinamis. Bahkan bandar narkoba kini tidak lagi bermain di wilayah perkotaan, melainkan sudah merambah perkampungan penduduk. 
Kondisi ini menunjukkan, narkoba seperti ganja, sabu-sabu, dan lainnya bukan lagi barang langka, melainkan sangat mudah didapat oleh para pengguna, termasuk siswa SMP.

“Ini kondisi yang mencemaskan. Bahwa memang peredarannya bukan lagi di kota, tapi yang namanya ‘pahe’ (paket hemat) atau ‘barang’, itu adalah istilah yang sangat lazim dan mudah didapat di gampong-gampong kita di Aceh,” ujarnya.

Kata Basri, kondisi yang lebih miris lagi justru peredaran narkoba yang kini menyasar para siswa dan para pekerja.  “Bila ini tak terbendung, maka hancurlah generasi muda, daya pikir mereka menurun dan membuat masa depan mereka hancur,” tukasnya.
Pencegahan terpadu
Menyadari semakin mengguritanya kasus narkoba di Aceh, pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan. Di antaranya melancarkan sosialisasi kepada siswa/mahasiswa serta PNS dan pekerja swasta tentang bahaya narkoba. Upaya ini juga ditegaskan lagi dengan Inpres Nomor 12/2011 tentang Pemberantasan Narkoba yang, antara lain, ditujukan kepada gubernur, wali kota, dan bupati.

Basri menyebutkan bagi mereka yang telah mengalami ketergantungan narkoba, pihak BNN bekerja sama dengan RS Jiwa Banda Aceh menyediakan 20 bangsal untuk para pasien narkoba yang menjalani perawatan dengan tarif Rp 75.000 per hari. Namun, tidak semua pasien ketergantungan obat dapat menjangkau tarif perawatan tersebut, karena berasal dari keluarga miskin.

“Kita prihatin ada pasien yang dari keluarga miskin tak mampu membayar. Inilah yang sekarang sedang diupayakan BNNP agar dapat dibantu, tapi masih dalam proses,” jelas Basri.

Dia tambahkan, sangat diperlukan partisipasi semua pihak untuk mencegah peredaran narkoba agar tidak semakin meluas di kalangan masyarakat Aceh.

“Kami terus mengimbau para orang tua untuk melapor kalau ada anaknya yang ketergantungan narkoba, supaya dapat ditangani secepat mungkin,” ujarnya seperti juga ditegaskan dr Arifdian, Kasi Peran Serta Masyarakat BNNP Aceh

Butuh pemberdayaan

Menurut Basri, faktor ekonomi menjadi alasan utama mengapa intensitas peredaran dan produksi narkoba di Aceh terus meningkat. Sebagian besar, kata dia, narkoba seperti ganja ditanam oleh petani di gampong-gampong yang hendak mendapatkan uang dengan cara mudah dan cepat, namun mengabaikan faktor risiko.

Disebutkan BNN telah berusaha untuk melakukan pemberdayaan para petani yang selama ini menanam ganja beralih ke tanaman produktif. Program ini sudah diterapkan di dua desa dalam Kecamatan Peusangan Selatan, Bireuen. | AT | RD | Serambi
×
Berita Terbaru Update