-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Petaka Zionisme

Jumat, 18 Januari 2013 | Januari 18, 2013 WIB Last Updated 2013-01-18T07:24:57Z

Hakikat Zionisme:

Zionisme adalah sebuah gerakan dibentuk oleh Theodor Herzl pada 1896. Bertujuan mengembalikan orang-orang Yahudi di seantero jagat ke Eretz Yisrael atau Zion, nama lain untuk Yerusalem atau Tanah Israel.

Nama Zionisme berasal dari bukit Zion, sebuah bukit di Kota Yerusalem di mana pernah berdiri kuil Sulaiman. Pendukung dari gerakan ini disebut Zionis. Namun saat ini, terdapat kebingungan di antara bangsa Yahudi soal istilah Zionisme. Artinya berbeda untuk banyak orang. Alasannya lantaran faktor sejarah.

Zionisme telah menjadi gerakan dikuasai Yahudi sekuler. Herzl dan kawan-kawannya yang merupakan Yahudi campuran tidak meyakini atau mempraktikkan Torah (Taurat dalam bahasa Ibrani). Bahkan, beberapa kaum Zionis antiagama dan menilai ajaran Torah tidak sesuai konsep negara modern.

Alhasil, inti dari gagasan Zionis - bangsa Yahudi harus kembali ke Tanah Suci dan mendirikan negara - tidak saja bersifat sekuler. Kenyataannya, sejak awal gerakan Zionis mempunyai anggota dari kalangan religius.

Beberapa kaum Yahudi sekarang ini menggunakan istilah Zionisme sebagai sinonim bagi negara Israel sekuler. Mereka mendukung negara Israel meski menjadi anti-Zionis. Kelompok semacam ini hanya mengeluhkan negara Israel karena kurang religius. Mereka berharap suatu saat Israel bisa didominasi partai-partai religius.

Tapi hakikat dari Zionisme bukan seperti itu. Ini merupakan konsep di mana bangsa Yahudi harus bangkit, keluar dari pengasingan tanpa menunggu Sang Penyelamat dan mendirikan pemerintahan Yahudi di Tanah Suci. Ide ini melanggar Torah dan ditolak para rabbi dari semua generasi. Rabbi-rabbi Zionis kerap mengklaim kesimpulan itu muncul lantaran negara Israel dianggap kurang religius.

Rabbi Gedalya Lieberman dari Australia menulis Zionisme adalah fenomena rasis chauvinis dan bertolak belakang dengan ajaran Yudaisme. "Yudaisme adalah sebuah agama, bukan ras atau kebangsaan," katanya seperti dilansir truetorahjews.org.

Rabbi Agung Joel Teitelbaum hingga akhir hayatnya di New York, Amerika Serikat, mengutuk gerakan Zionis. Dia menuding enam juta orang Yahudi tewas dibantai tentara Nazi Jerman pada Perang Dunia kedua merupakan hukuman Tuhan terhadap Zionisme. "Zionisme adalah pekerjaan setan, penistaan agama," dia menegaskan.

Zionisme dan Anti-Semitisme:

Theodor Herzl (1860-1904) mengakui anti-Semitisme akan mempermulus tujuan mendirikan negara bagi bangsa Yahudi. Dia menegaskan bagaimana pun caranya, anti-Semit harus menjadi isu politik internasional.

"Anti-Semit akan menjadi teman terpercaya kita, negara-negara (mendukung) anti-Semit adalah sekutu kita," tulis Herzl dalam bukunya Der Judenstaat (Negara Israel) halaman 19, seperti dilansir truetorahjews.org. Buku ini diluncurkan pada 14 Februari 1896 di Leipzig, Jerman, dan Austria.

Herzl adalah wartawan Yahudi keturunan Austria-Hungaria. Dia dilahirkan pada 2 Mei 1860 di Past, Hungaria. Nama aslinya Benjamin Ze'ev Herzl.

Sejumlah hasil penelitian menyebutkan imigrasi warga Yahudi ke Israel makin meningkat di saat anti-Semit juga naik. Para pemimpin Zionis mengkampanyekan isu itu untuk mendorong kaum Yahudi keluar dari negara tempat tinggal mereka lantaran merasa sudah tidak aman. Anti-Semit diperlukan untuk menjaga mayoritas Yahudi di Israel.

Inilah yang terjadi saat rezim Adolf Hitler berkuasa di Jerman. Kongres Yahudi Amerika pada Maret 1933 menyerukan unjuk rasa besar-besaran di Madison Square Garden, New York, untuk memboikot semua produk asal Jerman. Alhasil, 40 ribu orang berdemonstrasi anti-Hitler. Seruan serupa juga disampaikan kepada seluruh kaum Yahudi sejagat untuk memboikot produk Jerman dan menolak semua kepentingan ekonomi negara itu.

Hasilnya, Hitler marah besar. Lantaran demo tidak berhenti, pada 28 Maret 1933, Hitler memerintahkan memboikot semua toko dan perusahaan milik kaum Yahudi di Jerman. Kampanye ini berhasil, warga Yahudi di negara itu merasa tidak nyaman dan ingin keluar.

Karena itulah, masih di tahun yang sama, pimpinan Zionis di Jerman meneken Perjanjian Perpindahan dengan pemerintahan Hitler. Berdasarkan kesepakatan itu, warga Yahudi dipaksa pindah ke wilayah Palestina, tempat akan menjadi berdirinya negara Israel. Sebelum anti-Semit meningkat di Jerman, amat sedikit kaum Yahudi bersimpati atas gerakan Zionis.

Dengan perjanjian itu pula, Hitler mendirikan 40 kamp pelatihan bagi warga Yahudi sebagai persiapan tinggal di Palestina. Hingga akhir 1942, sedikitnya ada satu kamp Kibbutz telah mengibarkan calon bendera Israel.

Untuk memastikan kaum Yahudi itu tidak lari ke negara lain, kaum Zionis tidak segan bertindak kejam. Atas dasar pengaruh mereka pula, lima kapal berisi pengungsi Yahudi asal Jerman ditolak masuk ke Amerika Serikat. Mereka akhirnya dikirim kembali ke Jerman dan akhirnya dibunuh tentara Nazi di dalam kamp gas beracun.

Prinsip keji ini dianut pula oleh David Ben Gurion, perdana menteri pertama Israel. "Jika saya tahu bisa menyelamatkan semua anak (Yahudi) di Jerman dengan membawa mereka ke Inggris dan hanya setengah dari mereka dapat diungsikan ke Eretz Israel. Saya akan mengambil pilihan kedua. Ini bukan sekadar persoalan menyelamatkan nyawa anak-anak Yahudi, namun bagaimana memelihara sejarah rakyat Israel," ujar Ben Gurion pada 7 Desember 1938.

Darah Yahudi di tangan Zionis:

Banyak orang boleh saja bersimpati terhadap korban Holocaust, pembantaian oleh tentara Nazi Jerman terhadap warga Yahudi selama Perang Dunia kedua. Konon korbannya mencapai enam juta. Namun hanya sedikit orang tahu Zionis mendalangi pembantaian itu.

Ceritanya begini. Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt pada 6-15 Juli 1938 menggelar konferensi the Evian buat membahas persoalan pengungsi Yahudi. Delegasi dari the Jewish Agency diketuai oleh Golda Meir (kemudian menjadi perdana menteri Israel pada 1970-an) menolak solusi dari Jerman. Negara itu menawarkan US$ 250 per kepala buat orang Yahudi di Jerman dan Austri agar pindah ke negara lain. Amerika bersama 32 negara lain yang hadir dalam pertemuan itu akhirnya menolak pula gagasan Jerman ini.

Di lain waktu, 1 Februari 1940, Wakil Presiden the United Jewish Appeal Henry Montor ogah turun tangan menangani kapal bermuatan pengungsi Yahudi di Sungai Danube, Jerman. "Palestina tidak bisa dibanjiri oleh ... orang-orang tua atau yang tidak ingin pindah ke sana," katanya memberi alasan, seperti dilansir truetorahjews.org.

Setahun kemudian dan pada 1942, Gestapo Jerman berniat menyelamatkan jutaan orang Yahudi. Mereka menawarkan seluruh Yahudi di Eropa untuk transit di Spanyol jika mereka mau meninggalkan semua kekayaan mereka di Jerman dan Prancis. Syaratnya: tidak boleh ada yang pergi ke Palestina, semua pengungsi Yahudi akan dikirim ke Amerika dan daerah jajahan Inggris dengan visa diurus oleh orang Yahudi tinggal di sana, dan the Jewish Agency bakal memberikan USD 1 ribu per keluarga setelah mereka tiba di Spanyol.

Para pemimpin Zionis di Swiss dan Turki menyetujui ususlan ini karena mereka paham Palestina tidak bisa dijadikan tujuan pengungsi sebab sudah ada perjanjian antara Jerman dan mufti di Palestina.

Namun pentolan Zionis lainnya menentang gagasan itu. Alasan mereka: Palestina harus menjadi satu-satunya tujuan buat pengungsi Yahudi, orang-orang Yahudi itu lebih baik menderita dan terbunuh agar negara menang perang menyepakati berdirinya negara Israel di wilayah Palestina, dan mereka menolak memberikan kompensasi buat para pengungsi Yahudi itu.

Tawaran serupa dari Hungaria pada 1944 juga dtolak. Para pemimpin Zionis juga berhasil menggagalkan penyelamatan 300 rabbi bersama keluarga mereka ke Mauritius lewat Turki.

Pada 16 Februari 1943, Rumania berencana mengevakuasi 70 ribu pengungsi Yahudi. Prposal ini dilansir pelbagai surat kabar di New York, Amerika Serikat. Yitzhak Greenbaum, Ketua the Rescue Committee of the Jewish Agency dua hari kemudian berbicara di hadapan anggota Dewan Eksekutif Zionis di Tel Aviv. "Ketika mereka menanyakan saya apakah Anda bisa membiayai penyelamatan Yahudi di Eropa, saya bilang tidak, saya bilang sekali lagi tidak...harus ada yang menolak rencana ini karena membuat kegiatan Zionis bukan prioritas utama."

Sepekan berselang, Presiden Kongres Yahudi Amerika (AJC) Stephen Wise menyatakan penolakan terbuka soal rencana itu. Dia juga mengumumkan pihaknya tidak bisa memberikan bantuan dana buat memuluskan penyelamatan itu. Dia juga menolak usulan membentuk dewan penyelamat pengungsi Yahudi oleh Amerika yang disampaikan Komite Darurat buat Menyelamaakan Orang Yahudi (ECSJP) pada 1944.

Selama perundingan untuk mendirikan Dewan Pengungsi Perang itu, Chaim Weizman menegaskan bagian penting dari bangsa Yahudi sudah tinggal di Palestina, sedangkan orang-orang Yahudi di luar Palestina tidak terlalu penting. "Satu sapi di Palestina lebih berharga ketimbang seluruh orang Yahudi di Eropa," ujarnya.

Anggota Kongres Amerika William Stration pada 1947 mensponsori rancangan beleid buat memberikan visa Amerika bagi 400 ribu pengungsi Yahudi. Tapi rancangan undang-undang ini gagal disahkan setelah sejumlah pemimpin Zionis di negara itu menolak.

Kejadian serupa juga berlangsung di Kanada pada 23 Februari 1956. Majelis Rendah Parlemen Kanada menanyakan kepada Menteri Imigrasi J.W. Pickersgill, apakah bersedia menampung pengungsi Yahudi. "Pemerintah tidak bisa melanjutkan ke arah itu karena pemerintah Israel...tidak ingin kita melakukan itu," jawabnya.

Kepemimpinan Zionis pada 1972 juga berhasil menggagalkan upaya Kongres Amerika mengizinkan masuk 20-30 ribu pengungsi Yahudi dari Rusia. Dua organisasi bantuan Yahudi di negara itu, Joint dan HIAS, dipaksa untuk menurunkan para pengungsi Yahudi itu di Wina (Austria), Roma (Italia), dan kota-kota Eropa lainnya.

Semua kenyataan itu kian membuktikan Zionis mendalangi Holocaust.

Sumber : www.merdeka.com
×
Berita Terbaru Update