Ilustrasi Wanita Penghibur |
“Gegar budaya (culture shock). Perilaku tersebut didorong oleh watak yang materialistik dan kapitalistik, yang beranggapan bahwa dengan banyak harta, sekalipun hasil korupsi, bisa memiliki apapun yang dikehendaki termasuk memuaskan orientasi sexual dengan wanita di luar pasangan hidupnya yang sah,” ujar Ketua Umum Serikat Rakyat Indonesia (Sakti), Standar Kiaa kepada LICOM, Minggu, (3/1/2013).
Menurut Kiaa, wanita penghibur sering disuguhkan ke pejabat birokrasi untuk melancarkan atau meloloskan tender proyek.
“Kita melihat fenomena ini telah berlangsung lama dalam lingkungan
kekuasaan di Indonesia. Bahkan sejak era Orde Baru banyak kasus pejabat yang terbongkar karena dipicu isu soal wanita,” jelasnya.
Untuk itu, generasi muda harus berani mengambil pilihan hidup secara wajar, dengan memegang teguh semangat idealisme yang merapakan benteng mulia dalam menghadapi godaan korupsi.
Kiaa menambahkan bahwa sanksi sosial seharusnya juga dilakukan oleh publik terhadap pelaku kejahatan korupsi. @aguslensa