-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tsantsa, Jenglot mengerikan asal amerika selatan

Jumat, 22 Maret 2013 | Maret 22, 2013 WIB Last Updated 2021-01-25T18:24:20Z

Apakah anda pernah mendengar istilah jenglot? Tentunya jika anda merupakan penikmat cerita dunia mistis sudah tidak asing lagi dengan istilah Jenglot. Jenglot di istilah indonesia adalah figur manusia super mini yang biasanya hanya berukuran antara 10 cm hingga 12 cm yang konon menurut cerita yang berkembang dimasyarakat, jenglot merupakan fosil dari jasad orang berilmu tinggi yang menyusut dan memiliki kekuatan magis yang kuat.

Ternyata Jenglot tidak hanya terdapat di Indonesia, di Amerika Selatan sana juga terdapat sebuah legenda yang mirip, namun bukan dinamakan jenglot, melainkan disebut dengan istilah Tsantsa.
Selain namanya yang berbeda, ternyata perbedaan lainnya antara jenglot indonesia dengan jenglot amerika selatan terletak pada bentuk tubuhnya, di Indonesia jenglot biasanya terdiri dari wujud tubuh utuh yang makin menyusut, namun kalau Tsantsa ternyata hanya terdiri dari bagian kepala saja yang dibuat menyusut. Perbedaan lainnya adalah bila jenglot indonesia hingga kini belum bisa dijelaskan secara ilmiah mengapa tubuhnya makin menyusut, sementara alasan mengapa tsantsa menyusut bisa dijelaskan secara ilmiah.


Sama halnya dengan mitos jenglot yang dianggap mengerikan di indonesia, fenomena kepala menyusut atau shrunked head tsantsa awalnya juga menjadi mitos yang sangat menakutkan di kawasan Amerika sana. Dahulu kala para petualang di kawasan Barat Amerika sangat takut bila harus bertemu dengan suku asli Indian karena mereka kerap memenggal kepala lawannya untuk kemudian dikuliti (scalp) dan kepala tersebut dibuat kecil sehingga seukuran bola tenis atau lebih kecil lagi dari bola tenis (shrunked head).


Legenda mengenai shrunked head perlahan tapi pasti menyebar ke seluruh daerah di sekitar Amerika Selatan, tepatnya di daerah hutan hujan Amazon yang terdapat suku Shuar, Achuar, Huambisa, dan Aguaruna yang terkenal suka memburu kepala manusia untuk disusutkan. Mereka menyebutnya Tsantsa (tzantza).


Dalam edisi jurnal Archaeological and Anthropoligcal Sciencesyang baru dipublikasikan dijelaskan kalau para peneliti telah menganalisa bukti DNA yang mengungkapkan kisah legenda suku pemburu kepala di Amazon memang nyata. Tetapi Suku pemburu tersebut membuat kepala jadi mengecil tidak dengan cara magis, tetapi dengan menghilangkan tengkorak dari kepala (setelah memenggal kepala musuh). Sayatan dibuat di bagian belakang leher dan semua kulit dan daging akan dihapus dari tempurung kepala. Biji merah ditempatkan di bawah kelopak mata dan kelopak mata yang dijahit tertutup.


Lalu bola kayu akan ditempatkan sebagai pengganti tengkorak untuk membentuk kepala ‘baru’ yang lebih kecil. Daging tersebut kemudian direbus dalam air yang telah diisi dengan sejumlah jamu yang mengandung tanin.


“Kepala ciut ini dibuat dari kepala musuh yang dipenggal di medan perang,” ujar penulis penelitian, Gila Kahila Bar-Gal kepada Discovery News.


“Setelah dipenggal, kepala musuh dengan teliti diciutkan melalui proses perebusan dan pemanasan dalam perayaan spiritual. Ini bertujuan agar roh jahat musuh terkunci. Proses ini juga untuk melindungi pembunuhnya dari balas dendam roh musuh,” imbuhnya.”Kepala ciut yang kami pelajari benar-benar dibuat dari kulit manusia, Orang yang membuatnya tahu pasti cara mengulitinya dari tengkorak, termasuk juga rambutnya,” tambah Bar-Gal.


Peneliti Kahila Bar-Gal merupakan dosen senior pada Universitas Yahudi, Sekolah Kedokteran Hewan Koret, Yerusalem. Dia juga anggota Fakultas Pertanian, Pangan, dan Lingkungan.
Menurut mitos setempat, praktek tsantsa ini memiliki makna spiritual. Pelaku praktek ini percaya jika menyusutkan kepala musuh bisa mengambil semangat korban dan memaksanya melayani sang pemilik kepala (tsantsa) itu tadi, serta yang paling pentingtsantsa dianggap bisa mencegah roh korban membalas kematiannya.


Meskipun dimaksudkan untuk kepentingan spiritual ternyata tsantsa tak jarang juga dijadikan barang koleksi. Sejarah mencatat kalau bangsa kulit putih ternyata gemar mengoleksi tsantsa, akibatnya banyak praktek jual-beli gelap tsantsa, puncaknya tahun 1930-an harga sebuah kepala manusia yang ditsantsa-kan hanya dihargai USD 25 saja. Selain itu, akibat makin meningkatnya permintaan pasar akan tsatsa, ternyata membuat beberapa oknum di Kolombia dan Panama membuat tsantsa palsu dengan menggunakan mayat dari rumah duka atau kepala monyet.


Seorang peneliti yang bernama Kate Duncan pernah menulis bahwa diperkirakan sekitar 80 persen tsantsa yang beredar di tangan personal, swasta, dan museum adalah palsu. Saat ini sebagian pemerintah di amerika selatan, khusunya pemerintah Peru dan Ekuador telah melarang praktek tsantsa untuk mencegah timbulnya praktek ilmu hitam yang mengorbankan nyawa manusia.

×
Berita Terbaru Update